18
Sep
10

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut. Jenjang pendidikan ini diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, pendidikan anak usia dini dilaksanakan pada usia 0-8 tahun.
Makalah ini akan membahas karakteristik perkembangan anak usia dini karena merupakan suatu tuntutan yang sangat mendasar agar pemahaman tentang landasan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat di laksanakan secara tepat. Mengenal karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran merupakan hal yang penting, adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah karakteristik perkembangan anak usia dini dirumuskan dan dibatasi agar pembahasan terarah ada sasaran yang dituju, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan anak usia dini?
2. Apa saja teori yang membahas perkembangan anak usia dini?
3. Bagaimana karakteristik anak usia dini?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan ini untuk menguraikan bagaimana karakteristik perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang hendak dicapai adalah:
1. Memahami apa yang dimaksud dengan anak usia dini.
2. Mengetahui teori-teori yang membahas tentang perkembangan anak usia dini.
3. Memahami karakteristik anak usia dini.
4. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini.

D. Manfaat Pembahasan
Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya. Piere Duquet (1953: 41) menyatakan bahwa ‘A children Who does not draw is an anomally, and particulary so in the years between 6 an 0, which is outstandingly the golden age of creative expression’. Pada rentang usia lahir sampai enam tahun, anak mulai peka untuk menerima berbagai upaya perkembangan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu sangat penting memahami karakteristik perkembangan anak usia dini, beberapa manfaat yang dapaat diambil antara lain:
1. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
2. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak agar
dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
3. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya.
4. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan kemampuan anak.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan tentang Anak Usia Dini
Anak merupakan individu yang sedang menjalani proses dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Proses ini yang kemudian menentukan bagaimana anak menjalani kehidupan dewasa selanjutnya. Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau manusia yang masih kecil. Berkisar usia 3 sampai 6 tahun (Hadi Subrata, 1988: 69). Ki Hajar Dewantara (1962: 20) menyatakan bahwa anak sebagai kodrat alam memiliki pembawaan masing-masing dan sebagai individu yang memiliki potensi untuk menemukan pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.
Sepanjang sejarah pun para ahli mempunyai pandangan yang beragam tentang anak. Ada tiga pandangan filosofis dari Eropa yang berpengaruh dalam istilah menggambarkan anak-anak :
1. Pada abad pertengahan, pandangan dosa asal (original sin view) yang secara khusus muncul selama abad pertengahan. Anak-anak dipandang lahir ke dunia ini sebagai makhluk jahat. Tujuan dari merawat anak adalah memberikan penyelamatan, menghapus dosa dari kehidupan si anak.
2. Mendekati akhir abad ke-17, pandangan tabularasa dicetuskan oleh ahli filosofi Inggris John Lock. Ia membantah bahwa anak-anak tidak buruk sejak lahir, melainkan seperti “papan kosong”. Lock percaya bahwa pengalaman masa kanak-kanak sangat menentukan karakteristik seseorang ketika dewasa. Ia menyarankan para orang tua untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna.
3. Pada abad ke-18, pandangan kebaikan alami (innate goodness view) ditawarkan oleh ahli filosofi Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau. Ia menekankan bahwa anak-anak pada dasarnya baik. karena anak-anak pada dasarnya baik, maka mereka seharusnya diizinkan tumbuh secara alami dengan seminimal mungkin pengawasan atau batasan dari orang tua.


B. Teori Perkembangan Anak Usia Dini

Keragaman teori perkembangan dapat dilihat dari pemikiran berbagai sudut pandang para ahli. Ada lima perspektif teoritis utama dalam perkembangan, yaitu psikoanalisis, kognitif, perilaku dan sosio-kognitif, etologi, dan ekologis. Pendekatan teoritis tersebut sama-sama meneliti tiga proses utama dalam perkembangan anak di tingkat yang berbeda-beda, yaitu biologis, didaktis dan psikologis.

1. Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya tidak disadari (di luar kesadaran) dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisis percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan menganalisis makna simbolis perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli psikoanalisis juga menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua secara signifikan membentuk perkembangan. Karakteristik ini ditekankan dalam teori psikoanalisis dari Sigmund Freud.
Sigmund Frued memandang manusia sebagai makhluk biologis yang kompleks, baik dalam hal sosial, emosional dan juga sebagai suatu organisme yang dapat berpikir. Di dalam terminologinya mengatakan bahwa anak-anak bergerak melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang berasal dari sumber berbeda, di mana mereka juga harus berusaha menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua. Konflik yang timbul antara kebutuhan akan kepuasan dan penindasan dapat berguna untuk memuaskan dan juga menciptakan ketertarikan. Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasaan mereka dan juga berusaha agar dapat diterima dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasikan diri mereka.

2. Teori Kognitif

Teori kognitif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami dunia di sekeliling mereka, anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar dan pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya, orang dewasa dan lingkungan. Setiap anak membangun pengetahuan mereka sendiri berkat pengalaman-pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar dan budaya di mana mereka berada melalui bermain. Piaget sebagai tokoh aliran ini menganggap bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar. Piaget percaya bahwa kita beradaptasi dalam dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman baru.
Sedangkan Lev Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak adalah pembelajar aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan perilaku belajarnya.

3. Teori Perilaku dan Sosial-kognitif
Teori perilaku dan sosial-kognitif merupakan pandangan psikolog yang menekankan bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi faktor kunci dalam perkembangan. Teori ini terkait dengan bagaimana anak-anak berkembang secara sosial, emosional, dan intelektual, tetapi tidak menjelaskan tentang perkembangan fisik karena banyak orang yang menyetujui bahwa perkembangan fisik berkaitan dengan genetika (keturunan) yang ditentukan berdasarkan gen dari kedua orang tuanya, sehingga dengan demikian tidak mempengaruhi perilaku anak. Tiga versi pendekatan perilaku dan sosial-kognotif ini adalah classical conditioning dari Pavlov (sebuah stimulus netral memperoleh kemampuan untuk menghasilkan sebuah respon yang tadinya dihasilkan oleh stimulus lain), operant conditioning dari Skinner (konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas kejadian perilaku tersebut), dan teori sosial-kognitif dari Albert Bandura (menekankan interaksi timbal balik antara manusia (kognisi), perilaku dan lingkungan).

4. Teori Etologi
Teori etologi memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi biologi dan evolusi. Teori ini juga menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah sepanjang rentang kehidupan. Ada periode kritis atau sensitif bagi beberapa pengalaman, jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode sensitif tersebut, teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin dapat optimal.
John Bowbly salah satu tokoh teori etologi menyatakan bahwa kelekatan pada pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting sepanjang hidup. Jika kelekatan ini positif dan aman, seseorang mempunyai dasar untuk berkembang menjadi individu yang kompeten yang memiliki hubungan sosial positif dan menjadi matang secara emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan tidak aman, maka saat anak tumbuh ia akan menghadapi kesulitan dalam hubungan sosial serta dalam menangani emosi.

5. Teori Ekologi
Teori ekologi merupakan pandangan Bronfenbrenner bahwa perkembangan dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan, berkisar dari lima konteks dasar mengenai interaksi langsung dengan orang-orang hingga konteks budaya berdasar luas. Lima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner yaitu:
a. Mikrosistem adalah lingkungan di mana individu tinggal.
b. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar konteks.
c. Eksosistem terlibat saat pengalaman dalam lingkungan sosial lain -di mana individu tidak mempunyai peran aktif- mempengaruhi apa yang dialami individu dalam konteks langsung.
d. Makrosistem mencakup budaya di mana seseorang tinggal.
e. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi sepanjang kehidupan.

C. Hukum Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu perubahan yang terus menerus di alami, tetapi ia tetap menjadi kesatuan. Suatu konsepsi yang biasanya deduktif dan menunjukkan adanya hubungan yang ajeg (continue) serta dapat diramalkan sebelumnya antara variabel-variabel yang empirik, hal itu disebut sebagai hukum perkembangan. Perkembangan jasmani dan rohani berlangsung menurut hukum-hukum perkembangan tertentu.

1. Hukum Tempo Perkembangan
Perkembangan jiwa tiap-tiap anak itu berlainan menurut tempo masing-masing perkembangan anak yang ada. Ada yang memiliki tempo singkat (cepat ) adapula yang lambat. Ada anak yang cepat menguasai keterampilan bicara, ada yang cepat menguasai keterampilan berjalan, sesuai perkembangan yang dimiliki anak.

2. Hukum Irama Perkembangan
Hukum ini mengungkapkan bukan lagi cepat atau lambatnya perkembangan anak, akan tetapi tentang iram atau rythme perkembangan. Perkembangan anak itu mengalami gelombang “pasang surut”, mulai lahir hingga dewasa, kadangkala anak tersebut mengalami juga kemunduran dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, akan mudah sekali diperhatikan jika mengamati perkembangan pada anak-anak menjelang remaja. Ada anak yang menampakkan kegoncangan yang hebat, tetapi adapula anak yang melewati masa tersebut dengan tenang tanpa menunjukkan gejala-gejala yang serius. Coba perhatikan anak usia 03;0 – 05;0 tahun dan pada usia 12;0 -14;0 tahun. Sebab kedua masa itu merupakan masa transisi/krisis pertama dan kedua bagi seorang anak.

3. Hukum Konvergensi Perkembangan

Pandangan pendidikan tradisional di masa lalu berpendapat bahwa hasil pendidikan yang dicapai anak selalu dihubung-hubungkan dengan status pendidikan orang tuanya (nativisme). Menurut kenyataan yang ada sekarang ternyata bahwa pendapat lama itu tidak sesuai lagi dengan keadaan (empirisme). William Stern menggabungkan kedua pendapat tersebut ke dalam hukum konvergensi yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari unsur lingkungan dan pembawaan.

4. Hukum Kesatuan Organ
Tiap-tiap anak itu terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan satu kesatuan. Di antara organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya, tidak dapat dipisahkan berdiri integral. Misalnya, perkembangan kaki yang semakin besar dan panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala, tangan dan organ lainnya.

5. Hukum Hierarchi Perkembangan
Perkembangan anak tidak mungkin akan mencapai suatu fase tertentu dengan cara spontan sekaligus, akan tetapi harus melalui tahapan tertentu yang telah tersusun sedemikian rupa. Sehingga perkembangan diri seseorang menyerupai derat perkembangan. Misalnya, perkembangan pikiran/intelek anak, mesti didahului dengan perkembangan pengenalan dan pengamatan.

6. Hukum Masa Peka
Masa peka ialah suatu masa yang paling tepat untuk berkembang suatu fungsi kejiwaan atau fisik seseorang anak. Sebab perkembangan suatu fungsi tersebut tidak berjalan secara serempak/bersamaan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, masa peka untuk berjalan bagi seorang anak itu pada awal tahun kedua, dan untuk bicara sekitar akhir tahun pertama.

7. Hukum Memperkembangkan Diri

Dalam kehidupan ada dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri. Dorongan pertama adalah dorongan mempertahankan diri, kemudian disusul dengan dorongan mengembangkan diri. Dorongan mempertahankan diri terwujud, misalnya pada dorongan makan dan menjaga keselamatan diri sendiri. Anak menyatakan perasaan haus dan lapar dalam bentuk menangis (anak mempertahankan dirinya dengan menangis). Jika ibu mendengar anaknya menangis, tangisnya itu dianggap sebagai drongan mempertahankan diri.
Dalam perkembangan jasmani dan sebagai terlihat hasrat dasar untuk mengembangkan pembawaan. Untuk anak-anak, dorongan mengembangkan diri berbentuk hasrat mengenal lingkungan, usaha belajar berjalan, kegiatan bermain, dan sebagainya. Di kalangan remaja timbul rasa persaingan dan perasaan belum puas terhadap apa yang telah tercapai. Hal ini dapat dianggap sebagai dorongan mengembangkan diri.

8. Hukum Rekapitulasi
Perkembangan yang dialami anak merupakan ulangan (secara cepat) sejarah kehidupan yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad, dari masa berburu hingga masa industri. Hukum rekapitulasi ini membagi kehidupan anak menjadi:
a. Masa memburu dan menyamun. Masa ini dialami anak ketika anak berusia sekitar 8 tahun. Misalnya anak-anak senang menangkap-nangkap dalam permainannya, kejar-kejaran, perang-perangan.
b. Masa menggembala. Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun. Misalnya, anak senang memelihara binatang seperti ikan, kucing, kelinci.
c. Masa bercocok tanam. Masa ini dialami ketika anak berusia12 tahun. Misalnya, anak senang berkebun, bertanam, menyiram.
d. Masa berdagang. Masa ini dialami ketika anak berusia14 tahun. Misalnya anak senang bertukar benda koleksinya, kiriman foto, bermain jual-jualan.

D. Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini
Wolkfolk (Masitoh, 2004: 2.3) mengemukakan development orderly, adaptive changes we go through from conception to death. Sedangkan Sroufe (Masitoh, 2004: 2.3) menegaskan bahwa development is the process of orderly communicational, directional, and age related behavioral reorganization and qualitative change in a person. Hal ini berarti perkembangan adalah proses teratur yang berkaitan dengan reorganisasi perilaku dan perubahan kualitatif dalam diri seseorang.
Perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan manusia yang berlangsung secara terus menerus, sejak masa konsepsi sampai akhir hayat. Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara:
1. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antar bagian organisme (fisik dan psikis) dan bagian-bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang harmonis.
2. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis).
3. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organism berlangsung secara beraturan dan berurutan. Perubahan tersebut tidak secara kebetulan atau meloncat-loncat.

Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu. Fase perkembangan tersebut secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan anailisis biologis, didaktis dan psikologis.

1. Fase Perkembangan Berdasarkan Biologis
Para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan anak.
a. Pendapat Kretschmer yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Fullungs periode 1 : umur anak 0;0 – 3;0, pada masa ini anak dalam keadaan pendek, gemuk,
bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
2). Strecungs periode 1 : umur 3;0 – 7;0, kondisi badan anak nampak langsing (tidak begitu gemuk)
biasanya sikap anak tertutup, susah bergaul juga susah didekati.
3). Fullungs periode II : umur 7;0 – 13;0, keadaan fisik anak kembali gemuk.
4). Srecungs periode II : umur 13;0 – 20, keadaan fisik anak kembali langsing.

b. Pendapat Aristoteles yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Fase I : umur 0;0 -7;0, disebut masa kecil, kegiatan anak pada waktu ini hanya bermain.
2). Fase II : umur 7;0 – 14;0, masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak mulai belajar di
sekolah dasar.
3). Fase III : umur 14;0 – 21;0, disebut masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan
(transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Pendapat ini dikategorikan pada periodesasi yang berdasarkan pada biologis karena aristoteles menunjukkan bahwa antara fase I dan fase ke II ditandai dengan adanya pergantian gigi, serta batas antara fase ke II dengan fase ke III ditandai dengan mulai bekerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin.

c. Pendapat Frued yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
1). Fase oral : umur 0;0 – 1;0, fase masa ini, mulut merupakan sentral pokok keaktifan dinamis.
2). Fase anal : umur 1;0 – 3;0, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembungan kotoran.
3). Fase falis : umur 3;0 – 6;0, fase ini alat-alat kelamin perempuan merupakan organ paling perasa.
4). Fase laten : umur 6;0 – 11;0, impuls-impuls cenderung untuk berada pada kondisi tertekan.
6). Fase genital : umur 11 ke atas (adolescence), seseorang telah sampai pada awal dewasa.

d. Pendapat Jesse Feiring Williams yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Masa nursery dan kindergarten : umur 0;0 – 6;0
2). Masa cepat memperoleh kekuatan/tenaga : umur 6;0 -10;0
3). Masa cepat berkembangnya tubuh : umur 10;0 – 14;0
4). Masa adolescence : umur 14;0 – 19;0 masa perubahan pola dan kepentingan kemampuan anak
dengan cepat.

e. Pendapat Elizabeth Hurlock yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
1). Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, sekitar 9 bulan atau
280 hari.
2). Fase infancy (orok), mulai lahir sampai usia 10 atau 14 hari.
3). Fase babyhood (bayi), mulai 2 minggu sampai 2 tahun.
4). Fase childhood (kanak-kanak), mulai 2 tahun sampai masa remaja.
5). Fase adolescence/puberty, mulai usia 11 atau13 tahun sampai usia 21 tahun. Tahap ini dibagi lagi
menjadi:
a). pre-adolescence : umur 11 – 13 tahun pada wanita, sedangkan pada pria lebih lambat dari itu.
b). early adolescence : umur 16 – 17 tahun.
c). late adolescence : masa perkembangan yang terakhir (sampai masa usia kuliah).

2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktis
Tinjauan fase perkembangan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
a. Pendapat Johan Amos Comenius (komensky) yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Scola matema (sekolah ibu) : umur 0;0 – 6;0, masa anak mengambangkan organ tubuh dan panca
indera di bawah asuhan ibu (keluarga).
2). Scole vermacula (sekolah bahasa ibu) : umur 6;0 – 12;0, mengembangkan pikiran, ingatan dan
perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
3). Scola latina (sekolah bahasa latin) : umur 12;0 – 18;0, masa anak mengembangkan potensinya
terutama daya intelektualnya dengan bahasa asing.
4). Academia (akademi) : umur 18;0 – 24;0, media pendidikan yang tepat bagi anak.

b. Pendapat Jean Jacques Rousseau yang membagi perkembangan anak menjadi5 fase:
1). Masa asuhan (nursery) : umur 0;0 – 2;0.
2). Masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera : umur 2;0 – 12;0.
3). Masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas : umur 12;0 – 15;0.
4). Masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan mental agama :
umur 15;0 – 20;0.
5). Masa ini lebih membahas tentang pendidikan kaum wanita : umur 20 ke atas.

c. Pendapat Maria Montessori yang membagi perkembangan anak menjadi 4 fase:
1). Masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indera : umur 1;0 – 7;0.
2). Masa abstrak, di mana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi
perasaan ethnisnya yang bersumber dari kata hatinya dan mulai tahu akan kebutuhan orang lain :
umur 7;0 – 12;0.
3). Masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial : 12;0 – 18;0.
4). Masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak akan realitas kepentingan dunia. Ia
harus mampu berppikir jernih, jauh dari perbuatan tercela.

d. Pendapat Charles E Skinner yang membagi perkembangan anak menjadi 2 fase:
1). Tahap pre-natal : – germinal: dua minggu setelah conception
– embrio: dari akhir minggu kedua sampai minggu keenam
– janin: akhir minggu keenam sampai kelahiran
2). Tahap post-natal : – Parturate dari lahir sampai dengan pemutusan tali pusat
– Neonatus dua sampai empat minggu pertama kehidupan
– Bayi firtst dua tahun
– Prasekolah anak dari usia dua tahun sampai enam tahun
– Anak sekolah dasar 6-9 tahun
– Murid sekolah menengah 9-12 tahun
– Murid SMP SMA 12-15 tahun, suatu periode yang biasanya meliputi masa
pubertas dan tahap remaja

3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis
Fase pembagian ini mengembalikan permasalahan kejiwaan dalam kedudukannya yang murni.
a. Pendapat Kroh yang membagi perkembangan anak menjadi 3 fase:
1). Sejak lahir hingga trotz periode I disebut masa anak-anak awal : umur 0;0 – 3;0/4;0.
2). Dari trotz periode I hingga trozt periode II disebut masa keserasian bersekolah : umur 3;0/4;0 –
12;0/13;0.
3). Dari trotz periode II hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan : umur 12;0/13;0 – 21;0.

Pada dasarnya perkembangan jiwa anak itu berjalan secara evolutif. Pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mengalami kegoncangan (aktivitas revolusi). Masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut Trotz periode, biasanaya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yaitu trotz I sekitar usia 3-4 tahun dan trotz II sekitar umur 12 tahun bagi putri dan umur 13 tahun bagi putra.

b. Pendapat Charlotte Buhler yang membagi perkembangan anak menjadi 5 fase:
1). Fase I : perkembangan sikap subyektif menuju obyektif : umur 0;0 – 1;0.
2). Fase II : makin meluasnya hubungan dengan benda-benda sekitarnya atau mengenal dunia secara
subyektif : umur 1;0 – 4;0.
3). Fase III : masa memasukkan diri ke dalam masyarakat secara obyektif, adanya hubungan diri dengan
lingkungan sosial dan mulai menyadari akan kerja, tugas serta prestasi : umur 4;0 – 8;0.
4). Fase IV : munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia mulai memisahkan diri dari
orang lain dan sekitarnya secara sadar : umur 8;0 – 13;0.
5). Fase V : masa penemuan diri dan kematangan yakni synthesa sikap subyektif dan obyektif : umur
13;0 – 19;0.

E. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Sesuai dengan sifat individu yang unik, adanya variasi individual dalam perkembangan anak merupakan hal normal terjadi. Terkadang anak yang satu lebih cepat berkembang daripada anak yang lainnya, begitupun dalam perbedaan minat dan kecakapan, sementara sebagian anak lebih senang melakukan gerakan-gerakan fisik atau bermain kelompok dengan temannya. Berdasarkan dari tahapan perkembangan yang telah dibahas, uraian berikut mengetengahkan tentang karakteristik anak yang dibatasi pada hal-hal yang bersifat menonjol dan lebih terkait dengan proses pembelajaran anak:

1. Perkembangan anak usia 0 – 2 tahun
Pada masa bayi secara umum anak mengalami perubahan yang jauh lebih pesat dibanding dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar, baik yang berupa keterampilan lokomotor (bergulir, duduk, berdiri, merangkak, dan berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan (melihat, mencium, mendengar, dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk mereaksi secara emosional dan sosial (berhubungan dengan orang tua, pengasuh, dan orang-orang dekat lainnya) dapat dikuasai pada fase ini. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk mengarungi dan menjalani proses perkembangan selanjutnya.
Bagi bayi, gerakan-gerakan motorik dan pengalaman-pengalaman sensori ini sangat vital. Pengalaman-pengalaman demikian di samping dapat merangsang pertumbuhan fisik, juga sekaligus meningkatkan dan memperkaya kualitas fungsi fisik tersebut. Sehingga bayi yang memiliki kesempatan luas untuk melakukan gerakan-gerakan motorik akan terdorong untuk mengalami pertumbuhan fisik yang sehat dengan penguasaan keterampilan-keterampilan motorik dasar yang cepat. Sebaliknya, bayi yang kurang mendapat kesempatan demikian sangat dimungkinkan untuk mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motoriknya.
Komunikasi responsif dengan orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon-respon verbal dan non-verbal bayi. Bayi mulai belajar tentang pengalaman-pengalaman sensori dan ekspresi-ekspresi perasaan, meskipun bayi belum memahami kata-kata. Penyajian pengalaman-pengalaman menarik dengan menyediakan obyek-obyek mainan menarik merupakan hal yang bias berpengaruh positif terhadap perkembangan kemampuan bayi dalam mengekspresikan perasaan dan keterampilan-keterampilan sensori lainnya. Menurut Bredkamp (Solehuddin, 2000), jika bayi terasing dari pengalaman-pengalaman sensori-motor tersebut, maka bukan saja perkembangan emosionalnya yang akan terhambat melainkan juga perkembangan kognisinya.
Bayi yang baru lahir ke dunia dilengkapi dengan kesiapan untuk melakukan kontak sosial. Selama 9 bulan pertama ia akan mengembangkan kemampuannya untuk membedakan antara orang-orang yang dikenalnya dengan orang-orang yang tidak dikenalnya. Pada usia ini bayi sudah mulai belajar melafalkan suara-suara dan gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya seperti senang, terkejut, marah, cemas dan perasan lainnya. Dalam hal ini bayi mengembangkan harapan-harapan tentang perilaku orang berdasarkan pada bagaimana cara orang tua dan pengasuh lainnya memperlakukannya. Melalui interaksi-interaksi sosial yang penuh kehangatan dan kasih saying ini, bayi mulai mengembangkan hubungan cinta kasih yang positif
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pemenuhan kebutuhan bayi sepenuhnya masih tergantung kepada orang dewasa. Bayi juga masih mudah untuk mengalami frustasi karena belum mampu mengatasi ketidaknyamanan atau suasana stress secara aktif. Hal ini , diakibatkan belum dikuasainya keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk itu. Bayi mengekspresikan apa yang dirasakan dan diinginkannya melalui bahasanya sendiri seperti tertawa, menangis, terkejut, dan sejenisnya. Terhadap ekspresi-ekspresi bayi tersebut, orang tua dan pengasuh lainnya harus memahami dan memberikan respon secara tepat namun tidak berlebihan.

2. Perkembangan anak usia 2 – 3 tahun

Di samping masih memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan pada masa sebelumnya, anak usia 2-3 tahun memiliki karakteristik khusus. Dari segi fisik, pada fase ini anak masih tetap mengalami pertumbuhan yang pesat, khususnya berkenaan dengan pertumbuhan dengan pertumbuhan otot-otot besar. Anak pada usia ini sudah tahu bagaimana berjalan dan berlari. Anak juga mulai senang memanjat dan menaiki sesuatu, membuka pintu, serta mencoba berdiri di atas satu kaki dan berloncat. Anak senang mencoba sesuatu sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas untuk itu. Dengan penguasaan keteramppilan-keterampilan dasar yang diperoleh pada masa bayi, anak seusia ini akan tampak senang melakukan banyak aktivitas.
Anak juga biasanya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya. Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam, menyerap dan membuat perbendaharaan bahasa baru, belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep “satu” dengan “banyak”. Mulai senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, dan gemar melihat-lihat buku. Melalui berbagai aktivitas itulah menurut pengamatan piaget (Solehuddin: 2000) anak pada usia ini berpikir, pada saat anak aktif melakukan aktivitas-aktivitas fisik, secara stimulant aktivitas mentalnya juga terlibat.
Meskipun hanya dengan beberapa patah kata, anak seusia ini juga mulai berbicara satu sama lain. Anak mulai senang melakukan percakapan walau dalam bentuk perbendaharaan kata dan kalimat terbatas. Namun simultan dengan itu, sikap dan perilaku egosentris anak pada usia dini ini sangat menonjol. Anak pada usia ini memandang peristiwa- peristiwa yang dihadapinya hanya dari kacamata dan kepentingannya sendiri. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan itu dari sudut pandang orang lain, cenderung melakukan sesuatu itu hanya menurut kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Oleh karena itu, terjadinya perselisihan, berebut mainan, dan perilaku sejenisnya sangat dimungkinkan untuk sering dialami oleh anak-anak seusia ini.
Hal lain yang perlu dipahami bahwa anak usia ini biasanya memiliki kemampuan untuk memperhatikan sesuatu hanya dalam jangka yang sangat pendek. Anak belum bisa mengikuti suatu pembicaraan orang lain secara lama, cenderung beralih-alih perhatian dari suatu benda ke benda lainnya, dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya, dan/atau dari suatu pembicaraan ke pembicaraan lainnya. Anak belum memiliki pertimbangan yang sehat dan rasa bahaya, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain adalah cirri lain yang secara menonjol juga dimiliki anak seusia ini. Cenderung melakukan segala sesuatu hanya didasarkan atas keinginannya, tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

3. Perkembangan anak usia 3 – 4 tahun
Pada usia ini anak juga masih mengalami perkembangan pesat dalam banyak hal. Anak mengalami peningkatan yang cukup berarti baik dalam perkembangan perilaku motorik, berpikir fantasi, maupun dalam kemampuan mengatasi frustasi. Anak dapat menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil, dapat memungut benda-benda kecil, dapat memegang benda, dan dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil, anak juga memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih sempurna. Meskipun sifat egosentrisnya masih melekat pada anak seusia ini, biasanya sudah bisa bekerja dalam suatu aktivitas tertentu dengan cara-cara yang lebih dapat diterima secara sosial daripada sebelumnya. Aktivitas-aktivitas bermain bersama sudah dapat dilakukan secara lebih lama oleh anak seusia ini.
Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak kamandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinya ini, anak memperlihatkan kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama. Anak menyenangi dan menghargai sajak-sajak sederhana, begitupun kemandirian yang dituntutnya membuat ia tidak mau banyak diatur dalam kegiatan-kegiatannya. Tingkat frustasi usia ini cenderung menurun bila dibanding sebelumnya, hal ini disebabkan adanya peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara lebih aktif, di samping juga karena peningkatan kemampuan dalam mengekspresikan keinginan-keinginannya kepada orang lain.

4. Perkembangan anak usia 4 – 5 tahun
Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan cirri yang menonjol pada anak usia sekitar 4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang begitu kuat. Anak akan banyak memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya. Secara khusus, anak pada usia ini juga memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, anak senang dengan nyanyian, permainan, dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak seusia ini senang ikut bepergian ke daerah-daerah sekitar lingkungannya. Anak akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu, karenanya pengenalan terhadap binatang-binatang piaraan dan lingkungan sekitarnya dapat merupakan pengalaman yang positif untuk pengembangan minat keilmuan anak.
Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhab anak untuk melakukan berbagai aktivitas ini sangat diperlukan baik bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Pengembangan otot-otot kecil ini terutama diperlukan anak untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar akademik, seperti belajar menggambar dan menulis. Anak masih tidak dapat berlama-lama untuk duduk dan berdiam diri, menurut Berg (Solehuddin: 2000) sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia dini sekitar 5 tahun ini untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Gerakan-gerakan fisik tidak sekedar penting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan fisik, melainkan juga dapat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan rasa harga diri (self esteem) dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai keterampilan-keterampilan motorik dapat membuatnya bangga akan dirinya. Begitu juga gerakan-gerakan fisik dapat membantu anak dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, sama halnya dengan orang dewasa yang memerlukan ilustrasi untuk memahami konsep hamper sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hand-on experiences). Sejalan dengan perkembangan keterampilan fisiknya, anak semakin berminat dengan teman-temannya. Anak mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya, biasanya ia memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Abilitas untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat sehingga keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan keterampilan berkomunikasi membuat anak semakin senang bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Sampai di usia ini anak masih memerlukan waktu dan cara yang tidak terstruktur untuk mempelajari sesuatu serta untuk mengembangkan minat dan kesadarannya akan bahan-bahan tertulis.

Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri:
1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;
2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan piawai dalam
mengolah input dari lingkungannya;
3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi yang bertautan
langsung dengan minat dan pengalamannya;
4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka gandrung mengulang
ngulang kegiatan atau permainan yang sama;
5. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat pengalaman konkret dan
aktivitas motorik.

Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki sekolah dasar mereka mempunyai ciri:
1. Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pada tahap berpikir praoperasional dan cocok belajar
melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi tujuan sesaat;
2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-kata, dan mempelajari
benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai anak-anak;
3. Mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah berkembang dengan pesat;
4. Pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan intruksi
spesifik.

Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli, suatu teori mempunyai perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta terjadinya perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Solehuddin (2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagi berikut:
1. Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini dapat
dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya masing-
masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan anak secara umum, dan kenyataan
anak sebagai individu berkembang dengan potensi yang berbeda-beda.
2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan oleh anak akan
menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata
lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan oleh anak. Anak akan
membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka. Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang,
sedih, dan menangis kalau ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.
3. Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan suatu
kesenangan yang kadang kala terlihat seakan- akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan
tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.
4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat dan memahami
sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.Anak pada usia ini juga
mempunyai sifat banyak memperhatikan, membicarakan dan mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan
didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
6. Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat terhadap segala
sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal
yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin membongkar pasang alat-alat mainan
yang ada.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh karena itu,
mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap
pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.
8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis apabila suatu
kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya seperti
spontanitas dan egosentris.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.Apakah suatu aktivitas dapat berbahaya atau
tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu. Oleh
karena itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu terhindar dari hal atau
keadaan yang membahayakan.
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian yang pendek kecuali
untuk hal-hal yang sangat disenanginya.
11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial. Dengan mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang
ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya ingat lebih kuat,
maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat kesempatan belajar yang sangat potensial.
Dikatakan potensial karena pada usia ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan
hakikat dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikem-bangkan
sesuai potensi yang dimilikinya.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.Anak mempunyai keinginan yang tinggi untuk
berteman. Anak memiliki kemampuan untuk bergaul dan bekerjasama dengan teman lainnya.

Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh patmonodewo (2000), anak usia prasekolah atau TK memiliki sejumlah ciri yang dapat dilihat dari aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
1. Ciri fisik
a. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat menyukai kegiatan yang dilakukan
atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang dapat diamati adalah seperti; suka berlari, memanjat dan
melompat.
b. Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif, maka biasanya setelah melakukan
banyak aktivitas anak me-merlukan istirahat walaupun kadangkala kebutuhan untuk ber-istirahat ini
tidak disadarinya.
c. Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari kontrol jari dan tangan. Dengan demikin anak
usia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas yang rumit seperti mengikat tali sepatu.
d. Sulit memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya sehingga koordinasi tangan dan
matanya masih kurang sempurna.
e. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak sehingga
berbahaya jika terjadi benturan keras.
f. Dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis,
khususnya dalam tugas motorik halus.

2. Ciri sosial
a. Anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat tetapi sahabat ini cepat berganti. Penyesuaian diri
mereka berlangsung secara cepat sehingga mudah bergaul. Umumnya mereka cenderung me-milih teman
yang sama jenis kelaminnya, kemudian pemilihan teman berkembang kejenis kelamin yang berbeda.
b. Anggota kelompok bermain jumlahnnya kecil dan tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu
kelompok tersebut tidak bertahan lama dan cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih kecil usianya seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar usianya.
d. Pola bermain anak usia prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan gender.
e. Perselisihan sering terjadi, tetapi hanya berlangsung sebentar kemudian hubungannya menjadi baik
kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan perselisihan.
f. Anak usia prasekolah telah mulai mempunyai kesadaran terhadap perbedaan jenis kelamin dan peran
sebagai anak laki-laki dan anak perempuan. Dampak kesadaran ini dapat dilihat dari pilihan ter-hadap
alat-alat permainan.

3. Ciri emosional
a. Anak usia praskolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka. Ciri ini dapat
dilihat dari sikap marah yang sering ditunjukannya.
b. Sikap iri hati pada anak usia prasekolah sering terjadi, sehingga mereka berupaya untuk mendapatkan
perhatian orang lain secara berebut.

4. Ciri Kognitif
a. Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berrbahasa. Pada umumnya mereka senang berbicara,
Khususnya dalam kelompoknya.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih
sayang.

Sementara itu, santoso (2000) mengemukakan pula beberapa karaktrestik anak pra sekolah, yaitu: (a) suka meniru, (b) ingin mencooba, (c) spotan, (d) jujur, (e) riang, (f) suka bermain, (g) ingin tahu (suka bertanya), (h) banyak gerak, (i) suka menunjuk akunya, dan (j) unik. Sebagai indivdu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa mempertimbangkan kemampuan yang ada padanya. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan ingin mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang kala muncul secara spontan. Sikap jujur yang menunjukan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga dimiliki oleh anak. Kehidupan yang dirasakan anak tanpa beban menyebabkan anak selalu tampil riang, anak dapat bergerak dan beraktivitas. Dalam aktifitas ini, anak cenderung pula menunjukkan sifat akunya, dengan mengakibatkan apa yang dimiliki oleh teman lain. Akhirnya sifat unik menunjukan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang memiliki perbedaan dengan individu lainnya. Pemahaman guru tentang karakteristik anak akan bermanfaat dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan anak

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Faktor-faktor tadi dibagi dalam 2 golongan:
1. Faktor Internal
a. Perbedaan ras/etnik atau bangsa
Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa, maka tidak mungkin ia memiliki faktor hereditas ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras orang Mongol.
b. Keluarga
Ada kecendrungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-gemuk.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin
Wanita lebih cepat dewasa disbanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat.
e. Kelainan genetik
Sebagai salah satu contoh: Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme, sedangkan sindroma marfan terdapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
f. Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti sindroma down’s dan sindroma turner’s.

2. Faktor eksternal
a. Faktor Pranatal
1) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
2) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan congenital seperti club foot.
3) Toksin/zat kimia. Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan congenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin. Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, hyperplasia adrenal.
5) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan congenital mata, kelainan jantung.
6) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung congenital.
7) Kelainan Imunologi. Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel darah merah janin; kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernicterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8) Anoksia Embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologis ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan sebagainya.

b. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

c. Pasca Natal
1) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit Kronis/kelainan congenital. Tuberculosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercury, rokok, dan sebagainya) mempunyai dampak yang negative terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis. Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin. Gangguan hormone misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisisnesi hormone pertumbuhan akan menyebabkan anak menjadi kerdil.
6) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak
7) Lingkungan pengasuhan. Pada lingkungan pangasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak.
9) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan syaraf pusat yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.

d. Faktor lingkungan
1) Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.
2) Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama. Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana anak dalam tumbuh kembangnya.
3) Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik akan mampu berperan secara baik dengan memberi kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang sesungguhnya.

BAB III
PENUTUP

Anak memiliki suatu ciri khas yang selalu tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Pentingnya memahami karakteristik anak usia dini membuat kita mengetahui bahwa usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap perkembangan manusia, pengalaman awal pun sangat penting bagi tumbuh kembang anak, dan perkembangan fisik-psikis mengalami kecepatan yang luar biasa di usia dini. Mengetahui dan memahami beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kondisi proses pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat mendeteksi kelainan yang terjadi dan sesegera mungkin dapat mengatasi permasalahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Berk, Laura E. (2003). Child Development-sixth edition. USA: Pearson Education, Inc.
Dewantara, Ki Hajar. (1962). Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Hadisubrata. (2001). Meningkatkan Intelegensi Anak. Jakarta: Gunung Mulia.
Ikatab Dokter Indonesia. (2002). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: C.V Sagung Seto.
Jamridafrizal. (tt). Karakteristik Anak Usia TK dan Implikasinya terhadap Pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://www.scribd.com/doc/18120698/ karakteristik-anak-usia-tk-dan-implikasinya-terhadap-pembelajaran. [10-09-2010]
Masitoh. et al. (2004). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka
Santrock, John W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: P.T Macanan Jaya Cemerlang.
Zulkifli. (tt). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rosda Karya
(nn).(1991). Psikologi Perkembangan Anak. Semarang: P.T Rineka cipta


0 Tanggapan to “KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI”



  1. Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar


September 2010
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  

Laman

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Bergabung dengan 6 pelanggan lain